Perayaan Idul Fitri selalu identik dengan ketupat. Makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus dengan janur kuning lalu direbus ini paling cocok disajikan dengan rendang atau opor ayam. Tapi di balik lezatnya ketupat enggak banyak yang tahu filosofi dari makanan ini.
Nama ketupat dalam bahasa Jawa berasal dari kata kupat yang artinya ngaku lepat, maksudnya mengakui kesalahan. Artinya membuka pintu maaf selebar-lebarnya bagi sanak keluarga maupun orang lain seperti tetangga.
Pada zaman Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Pajajaran, masyarakat Jawa seringkali mengadakan persembahan dalam pemujaan dewi kesuburan, khususnya pertanian yakni, Dewi Sri.
Pada saat itu, sistem kepercayaan masyarakat Jawa yakni, kejawen. Namun pada masa pemerintahan Kerajaan Demak, Sunan Kalijaga menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa.
Karena masyarakat Jawa masih sulit melepas kepercayaan Kejawen. Sunan Kalijaga kemudian melakukan akulturasi budaya antara Islam dan kebudayaan setempat. Salah satunya, ketupat.
Berbicara ketupa di Pantai Kartini, Jepara, Jawa Tengah, bahkan diadakan Festival Ketupat Lepet. Sekitar 2.022 gunungan yang berisi ketupat dan lepet habis diserbu warga kurang dari 5 menit.
Dalam rangkaian acara Festival Kupat Lepet ini dimeriahkan dengan kesenian tradisional kentrung ken palman, tari gambyong, pencak silat, dan tari kupat lepet yang dimotori oleh Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Jepara.
Kustam Ekajalu, Ketua Dewan Kesenian Daerah (DKD) Jepara, mengatakan jika gunungan ketupat dan lepet punya makna mendalam dalam kehidupan sehari-hari.
“Makna gunungan tersebut adalah gunung merupakan ekosistem alam yang berisi manusia, hewan dan tumbuhan serta pendukung ekosistem yang lainnya yang ada di alam raya ini,” kata Kustam kepada Tim IDZ Creators.
Bikin cerita serumu dan dapatkan berbagai reward menarik! Let’s join IDZ Creators dengan klik di sini.