Menyambut bulan suci Ramadan, setiap daerah mempunyai tradisi masing-masing. Di Klaten, Jawa Tengah, ada tradisi padusan yang dikemas untuk pariwisata.
Tradisi padusan berlangsung di Umbul Cokro yang biasanya disebut Obyek Mata Air Cokro (OMAC), berada di Desa Cokro, Kecamatan Tulung, Jawa Tengah.
Biasanya, tradisi padusan berlangsung sehari sebelum Ramadan. Namun karena besok bertepatan dengan Hari Raya Nyepi, Pemkab Klaten dalam hal ini Dinas Pariwisata Bidaya Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora), mengadakan kegiatan pada Selasa (21/3/2023).
Baca Juga: Israel Batasi Warga Palestina yang Ingin Masuk Masjid Al Aqsa Selama Ramadan
Awal Ritual Padusan
Tradisi diawali dengan mengirab 21 kendi yang dibawa para siswa SMKN 3 Klaten. Air kendi ini berasal dari 21 umbul yang berbeda.
Satu per satu, para pemudi ini menuangkan air kendi di sebuah tempayan yang berada di panggung kehormatan.
Setelah semua air terkumpul, diawali dari Bupati Klaten, Sri Mulyani mengguyur sepasang Mas dan Mbak Klaten.
Air kembang itu diciduk dengan siwur, lalu diguyurkan dari ujung kepala, secara bergantian. Hal ini sebagai lambang pensucian diri. Dilanjutkan Ketua Tim Penggerak PKK, Endang Yoga Hardaya (istri Wakil Bupati Klaten) dan jajaran Forkompimda, ikut mengguyur air.
Usai siraman, bupati Klaten melanjutkan dengan tradisi udik-udik atau sebar apem yang disisipi uang kertas Rp5 ribuan.
Baca Juga: Lanjutkan Tradisi, Pemkot Semarang Gelar Dugderan Sambut Ramadan
Pengunjung Berebut Kue Apem Usai Padusan
Ratusan pengunjung berebut di depan panggung, untuk mendapatkan kue apem.
Menurut Sri Mulyani, tradisi padusan di masyarakat Jawa, khususnya Klaten, sudah ada sejak ratusan tahun silam. Namun Pemkab dan Dinas Pariwisata mengemas untuk tujuan wisata baru dimulai belasan tahun silam.
Kepala Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) Sri Nugroho menjelaskan, Klaten terkenal dengan seribu umbulnya. Sehingga ada kirab 21 kendi yang berisi air dari umbul yang berbeda-beda, untuk menunjukkan kekayaan sumber mata air yang ada di wilayah Klaten.
Mengapa hanya 21 air kendi? Itu mengandung filosofi kalau di setiap bulan Ramadan, ada malem selikuran (21).